(What's Your) Standard of Living (?)

"Kau berkati hidupku, dengan s'gala kebaikanMu. Kini ku naikkan syukur kepadaMu, Tuhan."

Ini penggalan lirik lagu yang beberapa hari ini tiba-tiba muncul di pikiran sehingga selalu saya nyanyikan sepanjang hari: saat mandi, cuci piring, sapu rumah dan halaman bahkan saat saya sedang punya urusan penting nan urgen di kamar mandi (if you know what I mean๐Ÿ˜…). Ternyata, kenapa lagu ini tiba-tiba muncul dan (harus) saya nyanyikan berulang kali merupakan sebuah "petunjuk" sekaligus kind reminder atau pengingat untuk saya.

Pernah nggak kita berpikir dan merenung, "apa sih alasan Tuhan masih memberkati aku dengan begitu banyak kebaikan, misalnya diajak (ditraktir) makan ke tempat mahal nan enak sama orang hebat. Padahal mungkin gaji kita aja nggak memungkinkan untuk kita bisa makan di restoran, dan  kita nggak "sehebat" orang yang makan bareng sama kita tadi. Atau, pas kamu lihat pacarmu yang ganteng/cantik udah gitu baik banget padahal kamu merasa kamu juga nggak lebih ganteng/cantik dari orang yang kamu pikir kurang atau nggak ganteng/cantik dari kamu. Atau hal-hal manis nan indah lain yang bikin kamu bahagia (coba kamu sambil ingat, bila perlu tulis daftar keajaiban atau kebaikan-kebaikan yang kamu terima, terutama saat kamu tau kondisi kamu nggak "memungkinkan" atau nggak layak untuk menerima kebaikan tadi).

Aku baru ngerti kenapa kita bisa mengalami hal itu. Peristiwa baru (Jumat, 10 Juli 2020) dalam hidupku mengajariku lebih lagi tentang arti anugrah (grace), belas kasihan (mercy), dan perkenanan (favour) Tuhan buat saya secara pribadi. Jadi ceritanya kemarin aku harus menyelesaikan sebuah misi yang harusnya diselesaikan 2 atau 3 minggu lalu. Aku harus distribusi 4 paket sembako (beras) ke rumah murid. Itu sembako sudah 3 minggu luntang lantung di ruang tata usaha (TU) sekolah.

Saya akan ceritakan bagaimana saya bisa mengerti arti anugrah (grace), belas kasihan (mercy), dan perkenanan (favour) tadi dari peristiwa yang kualami. Uniknya, peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam 2 hari berturut-turut dan saya bagi dalam beberapa episode namun tetap dalam 1 halaman blog. Dan akan masih akan ada lagi. Jadi, yang kuat dan sabar yak!๐Ÿ˜…๐Ÿ˜‹
Kamu bisa stop atau pause membaca kalau bosan, letih atau nggak tertarik. Aku ikhlas. Aku raphopo! Nama panggung baru keren nih..๐Ÿ˜Ž

#Episode 1  
Kejadiannya di rumah, saat baru selesai mandi dan mau baca novel (Rabu, 8 Juli 2020)

(Pukul 11: 26) Pesan wa masuk dari pemimpin, "Mam Raph berasnya mam masih ada 4. Mengingatkan jangan sampai kelamaan soalnya nanti apek."
Balasku: "terima kasih, Bu. Saya masih nyari teman yang bisa diajak karena saya nggak ada kendaraan & nggak paham alamat. Saya usahakan sebelum Jumat ini sudah diantar." (ngat-ingat bagian ini ya guys...)
Saat membaca dan membalas pesan tersebut, jujur dalam hati saya awalnya jengkel disertai keluhan "duh, lagi suasana libur malah harus keluar rumah", "mau pergi sama siapa? Motor nggak ada. Kalau pun ada, nggak tau jalan. Kalau pun tau jalan, nggak berani naik motor sendirian. Kalau pun berani sendirian, duh nanti kena debu, asap knalpot, panas-panasan." TERLALU BANYAK ALASAN!!! Teman-teman pembaca, aku mohon banget ini bukan teladan. Jadilah inspirasi buat aku ya supaya aku nggak gini lagi. Please!

Beberapa menit kemudian, di pikiran tuh muncul pertanyaan-pertanyaan baru:
"Itu beras kamu yang minta loh. Masa kamu nggak tanggung jawab buat kasih? Kalau nggak mau kasih, kenapa waktu itu daftarin nama anak-anak?" Kujawab, "iya ya. Kenapa diminta kalau jadi kesel gini? Aku tahu disini aku bersalah.
Nggak ada kendaraan? Bukannya bisa minta tolong yang punya kendaraan?
Nggak tau jalan? Bukannya bisa pake aplikasi penunjuk jalan? Kalau nggak ngerti pake aplikasi, kan bisa tanya-tanya orang di jalan. Kayak baru pertama kali aja keluar rumah. Saat pertanyaan ini muncul, saya nggak punya jawaban.
Kalau kamu nggak berani sendiri, yaitu tadi. Minta bantuan orang. Minta seseorang antar kamu. Saya makin diam disini.
"Kamu juga yang bilang sebelum Jumat akan kamu antar. Harus belajar bisa tepat janji. Latihan keluar dari kebiasaan burukmu, Raph. Saya malu di bagian ini.

Seandainya Tuhan mau memberkati kamu tapi DIA pakai alasan-alasan serupa: "mau berkati, tapi Raph nakal. Ngomel terus. Banyak protes lagi. Udah gitu males mandi, orangnya moody, kalau nulis panjang banget sampe bikin orang kesel juga. Gimana?! Mau?! Ngeri nggak kalau alasan-alasan begitu diberlakukan atas hidupmu? Nggak akan pernah ada berkat yang sampai kalau Tuhan pakai alasan-alasan begitu untuk memberkatimu. Tapi, bersyukur banget karena Tuhan cuma perlu 1 alasan yang mengalahkan alasan-alasan (manusia) yang Raph sering pakai sebagai dasar buat melakukan sesuatu, termasuk untuk beresin tugas yaitu karena begitu besar kasih-Nya akan dunia ini: ada saya (dan kamu) di dalamnya.  (Catat ini!)


Karena sudah tak punya alasan lagi, saya berhenti sejenak. Memohon maaf & minta ampun. Saya sudah berlaku kurang ajar. Beras saya yang minta, waktu diingatkan untuk diberikan kepada yang berhak malah saya yang kesal. Nakal!
Setelahnya saya doa memohon petunjuk agar saya ditolong: bagaimana menemukan alamat murid-murid saya, motor siapa yang saya bisa pinjam, siapa yang bisa menemani (mengantarkan) saya. Tidak butuh waktu lama, wajah & nama seseorang muncul di pikiran saya: Donny July Manik. Salah satu murid saya yang cukup sering saya tegur. Dia, awalnya saya pikir sama "ngeselinnya" dengan saya๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜… justru saya yang belajar darinya. Dia membuat saya menyadari bahwa level ngeselin saya mungkin belum ada yang tandingi. Donny, murid saya, masih lebih baik dari saya. Taunya darimana?
Begitu nama & wajahnya muncul di pikiran, saya hubungi keesokan harinya, "Don, kamu bisa ke sekolah besok ketemu saya jam 12.30an?", tanpa banyak kata jawabnya, "siap, miss" dengan emot senyum. Padahal saya itu masih nanya bisa apa nggak tapi jawabannya langsung siap. Dia juga NGGAK TAHU dan NGGAK NANYA mau ngapain saya suruh ke sekolah. Dia bukan anak Pak Sholeh padahal tapi dia sungguh anak sholeh. Beda banget kan sama awak waktu terima pesan dari pemimpin tadi? Ms. Raph emang nakal!๐Ÿ˜ช

#Episode 2 
Sempat terserang hawa mager alias malas gerak, tapi harus berjuang lawan. Siap-siap ke sekolah (Jumat, 10 Juli 2020).

Dari rumah naik angkot. Turun depan gerbang perumahan yang nggak bisa diakses angkot tapi bisa pakai jasa tukang ojek pengkolan yang mangkal di situ. Hari itu (sekitar jam 11 pagi menuju siang), gerbang perumahan sepi bahkan tidak ada orang, termasuk para tukang ojek dan motornya SATU PUN tidak terlihat. Padahal itu akses terdekat dan tercepat yang saya bisa lalui dengan naik ojek untuk ke sekolah. Saya putuskan jalan kaki (kurang lebih 1 km). Sambil terus berdoa supaya nggak jadi kesal lagi dan berharap ada orang yang saya kenal untuk kasih tumpangan. Tiba-tiba, seorang bapak tua pakai jaket hijau seragam ojek online klakson saya dari belakang dan bertanya, "Mbak mau kemana? Mau saya antar?" tanpa berkata-kata kini saya yang bilang, "iya, Pak. Tolong antar saya ke sekolah (sebut nama sekolah)." Saya senang sekali. Rasanya ingin peluk bapak driver dari belakang. Tapi kan harus jaga jarak dan hindari sentuhan fisik, jadi saya tahan diri๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜…
Lalu si Bapak bilang, "Mbak, sekarang sudah bisa kok aplikasi **ride nya. Coba Mbak buka aplikasinya, terus cek harga dari tempat tadi Mbak naik ke arah sekolah Mbak". Saya langsung lakukan instruksinya. Dan yaaak..berhasil. Ojek onlinenya sudah beroperasi mengantar penumpang dengan motor dan harganya lebih murah daripada tarif yang saya biasa bayarkan dengan naik ojek pangkalan๐Ÿ˜ TUHAN Baik kirimin aku driver baik! Bisa aja si Bapak nagih tarif semaunya, tapi dia jujur dan nggak memanfaatkan situasi untuk kesenangan dan keuntungan pribadi. Terima kasih Bapak Driver! Tuhan memberkati & melindungimu senantiasa. Amin!๐Ÿ™

Sampai di sekolah...
Pak satpam ramah menegur, "halo, Ms. Raph. Apa kabar? Mau kemana?" Saya jawab seadanya, "Baik, Pak. Bapak gimana? Saya mau ke ruang guru, Pak."
Lalu Pak Satpam masih dengan ramah menjawab, "oh..kalau mau ke ruang guru, itu kuncinya jangan lupa diambil ya, Ms." Saya keheranan. Tumben jam segini (jam 11) ruangan masih belum dibuka, pikirku. Perasaan saya mulai tak enak.
Begitu sampai di lantai 2 dimana ruangan saya berada, benar lah. Semuanya gelap. Semua pintu ruangan terkunci rapat, termasuk ruang tata usaha. Saya masuk ruang guru dan duduk di kursi saya.
"yaelah..nggak ada orang lagi. Udah capek-capek dateng, ongkos mahal. Ruang TU (tempat beras-beras disimpan) juga tutup dan nggak ada kunci. Masa nggak jadi pergi?!", Ms. Raph ngomel lagi๐Ÿ˜ฅ๐Ÿ˜ช

Tapi emang beneran ya gaiss, menguasai diri - jadi tenang - berdoa itu penting banget karena bisa mendatangkan kuasa & keajaiban! Percaya deh. Cobain tiap waktu. Apalagi dalam kondisi nggak mengenakkan. Saat aku melakukannya, pertanyaan-pertanyaan yang mengandung energi negatif itu segera mendapat jawaban dan mengubahnya jadi energi sangat positif, dan aku tau itu Roh Kudus (lagi):
Roh Kudus: "Raph..jangan cepet-cepet kesel dan protes bisa nggak sih?!? Kenapa kamu ke sekolah nggak nanya-nanya dulu, nggak hubungi teman-teman. khususnya staff TU yang punya ruangan?"
Aku: "oh iya ya..kenapa nggak tanya dulu? Emang ini sekolah punya babeh gue?!"

Saya kirimi lah pesan kepada staff TU, jawabannya: "Iya Ms. Raph, saya dan Ms. A nggak ke sekolah. Kami libur dari kemarin. Kenapa nggak dari hari Rabu lalu? Yang pegang kunci TU cuma saya dan kepsek. Paling Ms. Raph baru bisa ambil berasnya Senin."
(waktu baca pesan ini aku seperti lagi diomelin gitu, bikin aku pusing jadinya) Saya cuma bisa balas, "ok. Terima kasih banyak, Ms...Tuhan berkati."
Saya kirimi kepsek pesan dan yeaaaaay... ternyata beliau sedang di sekolah dan saya bisa masuk karena diberi ijin pakai kuncinya. Berhasil kan?!

Sambil menunggu Donny - ajudan saya hari itu, saya kembali berdoa. Saya kembali minta ampun, berterima kasih dan minta terus dibimbing. Kataku dalam doa:

Tuhan terima kasih untuk perjalanan sampai hari ini, sejauh ini. Tolong ampuni aku karena aku melakukan banyak kesalahan: aku ngomel, mengeluh, menyalahkan keadaan bahkan mungkin tanpa sadar menyalahkan orang lain. Terima kasih karena Engkau sangat sabar menghadapiku. Terima kasih Engkau masih mau membimbing dan menolong. Kalau hari ini aku pergi ke rumah-rumah muridku dengan perasaan berat, merasa ini beban, tolong ampuni dan ajari aku. Periksa dan koreksi caraku berpikir, melihat dan merespon keadaan. Aku percaya, Tuhan akan memberkati dan mengajariku sesuatu saat aku mengerjakan dan menyelesaikannya. Tolong bantu aku supaya aku punya sudut pandang dan cara berpikir yang tepat yang menyenangkan hatiMu. Lindungilah dan berkatilah perjalanan kami menuju rumah murid-muridku. Dalam nama Yesus aku berdoa. Amin!


Tuhan itu baik banget! Roh Kudus itu sangat lemah lembut. Nggak pernah menyalahkan dan mengungkit-ungkit, tapi selalu kasih ampun, kasih pengertian, beri kesempatan baru dan beri pertolongan.

Donny datang, segera kami mulai petualangan: kunjungan ke rumah murid-murid.
Ternyata rumah antara 1 murid dan murid lain tidak sejauh, seribet yang aku bayangkan. Bahkan, suasana hari itu jadi sejuk. Matahari tersipu dan ragu-ragu mengeluarkan seluruh cahayanya. Adem. Sepanjang perjalanan tenang. Saya tanya-tanya, ngobrol sambil sedikit berbagi pengalaman hidup dibumbui wejangan-wejangan sederhana dengan Donny sambil berharap ceritaku bisa diingat dan suatu hari bisa berguna buat hidupnya.

Tidak hanya di perjalanan, saat kami tiba di rumah-rumah murid saya pribadi sangat diberkati dengan cerita-cerita & pengalaman hidup tiap-tiap keluarga. By the way, saat saya datang hari itu saya sama sekali tidak beritahu ke murid dan orang tuanya bahwa saya akan datang. Mau kasih surprise biar romantis. Bahkan Donny, baru saya kasih tau saat kami mau berangkat.

Dari rumah ke rumah saya diberkati sekali dengan banyak hal: cerita, keadaan, hingga sambutan dari tuan rumah. Mulai dari kisah nenek (ompung) yang mengasuh salah satu murid saya yang ternyata sudah merawat, menjaga dan mendidik murid saya sejak dia bayi (baru lahir) sementara Ibu kandungnya menghilang (lebih tepatnya kabur) karena semua kontak keluarga diblokir. Rumah berikutnya adalah rumah salah satu murid laki-laki yang saat sekolah masih aktif selalu bikin saya tensi darah naik, sering saya tegur dan beri konsekuensi bahkan beberapa kali saya panggil orang tuanya karena tingkah dan ulahnya sangat menyebalkan dan sulit diterima. Tapi saat saya datang, hanya ada dia dan abangnya yang sedang tidur. Saat saya tanya, "kamu nggak main?" dia jawab, "saya jaga rumah aja Ms karena kan orang tua saya kerja", dengan nada lembut dan ramah. Sangat berbeda dari dia yang saya kenal sebelum masa pandemi yang sangat garang dan nyolot saat ditanya. "Dia sudah berubah (banyak), batinku dengan rasa haru.
Ini belum selesai. Rasa haru selanjutnya adalah saat kunjungan ke rumah berikutnya, destinasi terakhir untuk sementara (akan ada kunjungan-kunjungan seru lain nantinya, tunggu ya)๐Ÿ˜Ž

Saat saya datang di rumah yang terakhir saya kunjungi kemarin, sekelompok Ibu-Ibu berkumpul di teras rumah sambil menikmati biskuit dan teh. Ibu dari murid saya baru sadar kalau saya datang saat saya turun dari motor dan melepas masker juga jaket. Si Ibu sangat kaget dan segera berlari ke dalam rumah untuk merapikan beberapa benda, menggelar karpet tipis dan memanggil anak perempuannya (murid saya, sebut saja namanya Ratu) untuk menyiapkan minuman bagi saya dan Donny. Kami mulai bercerita. Diawali dengan tanya kabar hingga si Ibu menceritakan pergumulannya dan minta didoakan: suami sakit sudah beberapa hari namun memaksakan diri harus tetap bekerja karena satu-satunya yang bekerja mencari nafkah, anak ke dua dan ke tiga yang baru lulus dan mau melanjutkan ke level berikutnya (SMA & SMP), uang kontrakan senilai Rp 8.000.000 (8 juta) yang segera jatuh tempo ditambah dengan pengeluaran atau biaya hidup sehari-hari. Itu baru soal keuangan, belum pergumulan lainnya. Saya coba memberi kata-kata penguatan dan penghiburan meskipun saya tahu itu belum cukup untuk menolong. Di akhir, saya memberanikan diri untuk mendoakan keluarga ini padahal (menurut saya) si Ibu lah yang seharusnya dan pantas mendoakan saya kalau bicara dari sisi usia dan pengalaman. Tapi saya belum pernah menemukan ayat dimana Yesus memberi aturan demikian dalam hal berdoa.

Ketika kami akhiri doa dengan "Amin!", saya melihat si Ibu berusaha menghapus air matanya dan berhenti menangis. Saya kuatir. Saya pikir mungkin saya melakukan kesalahan lagi. Saya coba ingat-ingat perkataan yang saya ucapkan saat saya berdoa tapi saya sulit mengingatnya secara utuh karena doa saya yg agaknya sangat panjang seperti tulisan ini atau bahkan lebih panjang dari sinetron berseri Indonesia๐Ÿ˜ช๐Ÿ˜ฅ
Saya hanya mendekat lalu merangkul si Ibu. Air matanya makin deras dan tangisnya makin jadi. Dia memegangi tangan saya sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali. Entah apa yang merasukiku..hingga ku tiba-tiba ikutan nangis juga. Akhirnya kami bertiga: saya, murid saya, dan si Ibu menangis bersama dan Donny hanya bisa menunduk dalam diam. Mungkin dia menyesal mau mengantar saya hari itu (tapi saya percaya dia nggak begitu). Lalu sambil sesekali sesenggukan si Ibu berkata, "Ms. waktu tadi kita berdoa, saya melihat dari jendela yang di belakang Ms. Raph ada sebuah cahaya putih bersinar sangat terang. Saya melihat wajah yang sangat lembut, ada sinar biru berbentuk hati keluar dari dadaNya sambil membuka kedua tangan-Nya lebar yang diarahkan kepada kita. Saya tahu, saya percaya itu TUHAN YESUS!" Si Ibu menangis kembali dan saya hanya terdiam, kehabisan kata. Perasaan saya berkecamuk: takut, gemetar namun dibanjiri rasa syukur tiada tara. Seketika saya merasa seperti saya sedang melayang-layang. Dan saya juga menangis kembali. Hingga saya pulang, si Ibu masih meneteskan air mata haru dan bahagianya. Dia percaya itu suatu tanda Tuhan akan segera menolong keluarganya. Bahkan sampai saya pamit pulang, dia tak henti-henti menggenggam sambil menciumi tangan saya. Saya malu. Saya benar-benar tidak layak diperlakukan demikian. Sebab SIAPA SAYA??! SAYA ini sangat HINA, MENYEBALKAN. Sangat cepat kesal, protes dan menuntut. Tapi saya dilayakkan. Saya dipercaya, dipakai jadi alatNya menyatakan kemuliaan dan kuasa-Nya. Begitu pun Donny dan murid-murid saya yang saya kunjungi tadi bahkan semua tokoh, karakter yang ada dalam cerita kali ini punya kelemahan dan melakukan pelanggaran. Tapi TUHAN pakai untuk menyatakan kebaikanNya dan mengajari saya banyak hal. Terima kasih, Tuhan๐Ÿ™๐Ÿ˜˜

Sepanjang perjalanan pulang hingga di tempat tidur, saya masih tidak bisa berkata-kata selain mengucap syukur kepada TUHAN atas semua rangkaian peristiwa yang saya lalui. Di tengah saya menaikkan rasa syukur sambil menyanyikan lagu pujian yang saya ceritakan di awal, kembali Sang Guru yang Maha Hadir nan Lemah Lembut mengingatkan saya:

Waktu pikiran manusia berkata, "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini? Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak yang mungkin bahkan mencela, mengolok-olok dan mencibirkan bibirnya karena banyak kelemahan, kesalahan dan pelanggaranku"

Tapi sudut pandang dan cara berpikir Tuhan Yesus beda dengan pikiran manusia (kita):
"Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain. Lagipula, bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati. Bahkan sekali pun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; atau merah seperti kain kesumba akan menjadi putih seperti bulu domba jika mau mengakui dosa-dosa atau pelanggaran tersebut, maka Allah yang benar dan dapat dipercaya itu akan mengampuni dan menyucikan kita dari semua kejahatan. Tuhan mengerti kita ini manusia yang kecenderungan hatinya condong kepada dosa dan kejahatan, sebab DIA sendiri tahu apa kita, dia ingat bahwa kita ini debu. Itu sebabnya, cukuplah kasih karunia-Ku bagimu. Karena justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna. Seharusnya, sebagai manusia, kita bisa bermegah atas kelemahan yang dipunya, supaya Kuasa Kristus turun menaungi. Jangan takut! Jangan ragu! Jangan bimbang! Teguhkan dan kuatkanlah hatimu! Sebab siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya atau pedang? Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang dan layak. Baik maut maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang ada di atas, maupun yang ada di bawah atau pun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus Tuhan kita. 

Cara berpikir atau sudut pandang Yesus yang mengandung kebenaran mutlak inilah yang harusnya dijadikan dasar dan standar hidup dalam melakukan segala urusan.

Pertanyaannya: Standar hidup yang mana, standar hidup siapa yang kita ikuti? Standar hidup manusia atau Tuhan Yesus?

The choice is (y)ours.  So please, choose carefully.



Ps:
Mohon maaf, ini bukan fiktif belaka tapi based on true story alias kisah nyata.
Cerita ini masih bersambung ke episode selanjutnya.
Pastikan kamu klik "subscribe" atau "langganan" supaya nggak ketinggalan ya๐Ÿ˜Ž๐Ÿ˜˜










Comments