“Kamu cuma mau dengar apa yang kamu mau dengar” begitu pesan pembuka yang aku dengar saat tak sengaja mengklik sebuah video dari kanal Youtube.
Teringat pula komentar adikku beberapa waktu lalu,
“lu mah cuma mau denger yang bikin lu seneng” saat sebelumnya kutanyakan sebuah
pertanyaan sederhana yang ujungnya bikin hati ini BeTe.
“Dek, menurut lu jerawat gua udah
berkurang belum?”
“biasa aja”, jawabnya santai
“ih serius gue. Liatin yang bener dulu”,
sambil kuhampiri dia dan kudekatkan pipiku ke matanya saat
dia sedang menuang air ke gelas untuk diminum.
“Iya beneran. Biasa aja. Nggak berkurang.
Masih sama. Masih kelihatan bintik-bintik (jerawat kecil) di pipinya.”, tegas adikku
setelah tenggorokannya segar.
“isssh…dasar lu mah susah banget bikin
hati kakaknya senang”, kataku dengan wajah cemberut sambil dengan pelan kutinju
bahunya. Dan ya.. keluarlah komentar tadi dari mulutnya sambil tertawa sinis,
“lu mah cuma mau denger yang bikin lu seneng. Padahal gua jawab jujur. Nggak fair itu namanya. Gua jawab jujur malah
gua yang babak belur.”
“Tapi masa bisa jerawatnya nggak
berkurang padahal jadwal maskeran rutin?!”, jawabku mencoba menjelaskan.
“Ya emang maskeran satu-satunya cara
ngilangin jerawat? Kalau segampang itu, tukang jualan buah, klinik perawatan
wajah, salon kecantikan, pabrik make up
tutup semua. Miskin mereka. Nanti orang rame-rame ganti profesi jadi tukang
racik dan pasang masker. Lagian, lu juga pake masker rutin makanan yang lu
makan udah sehat belum? Minum air putihnya cukup? Tidur lu gimana? Tidur aja
masih larut malam sambil baca buku atau nggak nonton youtube. Gimana mau hilang jerawatnya?! Terus satu lagi, hormon lu
kan sering nggak stabil”, tegasnya seperti karakter reporter Lee memarahi Pyo
Na Ri pada serial Jealousy Incarnate. Lalu dia melengos pergi dan
meninggalkanku di dalam kamar mandi sambil memelototi cermin. “Adek gue kok
bisa pinter banget padahal udah 2 bulan nggak sekolah?”
Ini juga mirip respon Pak RT yang
diperankan Pak Haji Bolot pada salah satu acara talkshow di salah satu stasiun televisi swasta. Telinganya hanya
aktif berfungsi, mampu merespon dengar benar & tepat saat yang yang
berbicara padanya adalah perempuan-perempuan muda, cantik dan atau yang seksi
meski puluhan orang di sekitarnya berjuang menjelaskan untuk membuat dia
mengerti. Atau sesekali saat ada pria atau wanita yang kurang oke parasnya
menawarkan duit. Di luar golongan tadi, dia bolot. Meski ini hanya settingan, sebuah gimmick untuk menghibur nyatanya tidak sedikit yang dibuat kesal karena
sikapnya tersebut.
Sadar atau tidak, kita pun seringkali
demikian. Sering pula-pura tuli saat kita dipaparkan pada kenyataan, pada
fakta- pada sebuah kebenaran. Kita berpikir kita lah yang benar, orang lain
salah. Kita lah yang paling tahu orang lain adalah dungu. Padahal saat itulah
kita sedang tertipu, ditipu dan menipu. Menipu orang lain terlebih diri
sendiri. Dan kita sendiri yang terlihat lebih dungu saat kita mempercayai apa
yang sepintas kita lihat dan dengar tanpa mencoba mencari, mencermati dan
mengevaluasi informasi dan yang tersembunyi jauh dalam diri tersimpan di balik
nurani.
Kita berlaku baik, orang pertama yang
memberi pertolongan tapi marah ketika tak terima timbal balik. Oh ternyata,
kita mencari puja puji.
Seperti kisah pemuda kaya yang datang
pada Maha Guru berkata dia ingin hidup karena sudah melakukan semua: tidak
membunuh, tidak berzinah, tidak memfitnah atau berusta, menghormati kedua orang
tua. Tapi ketika diminta jual harta wajahnya bermuram durja. Dia sedih diminta
jual harta, harusnya sedih karena ternyata taatnya belum sempurna.
Berbeda dengan kisah perempuan Kanaan
yang putrinya kerasukan setan. Ingin sembuh dengan menemui Sang Tabib nan Maha
Penyembuh. Bukan menerima sambutan justru malah hinaan-dirinya disejajarkan
dengan anjing. Hinaan tersebut yang justru menyelamatkan jiwa putrinya. Telinganya
mendengar, pikirannya sadar sehingga mengendalikan diri agar tak jadi kurang
ajar. Itu yang membuat si setan dalam tubuh anaknya keluar.
Sering-sering cek ke THT: Telinga Hati Tingkah. Kalau apa yang kamu dengar sering bikin kamu kesel, iri, dengki dan memengaruhi tingkahmu, hati-hati nanti bisa-bisa kamu jadi bolot.
***
Comments
Post a Comment