Kisah (si) penCITRAan


Suatu pagi menjelang siang, Jumat pertama di bulan Februari yg katanya bulan (penuh) cinta, Bagus dan Aji menuju ruang rapat kantor. Mereka bekerja di salah satu perusahaan konsultan engineering yg besar. Sekitar jam 9.30 pagi, mereka masuk ruang rapat kantor untuk mengikuti rapat mingguan yg rencananya diadakan jam 10 nanti.
Pada saat mereka masuk, mereka terkejut mendapati ruang rapat yg sangat kotor & berantakan. Bekas gelas kopi, kemasan makanan ringan & papan tulis masih penuh dengan coret-coretan yg isinya angka perhitungan. Sepertinya ruangan baru dipakai rapat oleh divisi keuangan. Ketika mereka masuk, Aji langsung mengambil posisi duduk di salah satu kursi meja rapat lalu mengambil gawainya dan lanjut memainkan permainan perang2an daring yg banyak digandrungi kaum laki-laki.

Sementara Bagus berinisiatif untuk membersihkan & merapikan ruangan tersebut dimulai dari mengumpulkan gelas-gelas kopi yg berserakan di meja rapat. Melihat apa yg dilakukan Bagus, Aji tersenyum geli & memberi kata2 candaan bernada satir, "bro, gaji jadi asisten kepala on site manager masih kurang makanya mau ngerangkap jadi Office Boy (OB) juga? Maruk lu ah, masih sendiri juga belum punya pasukan. Santai aja broh." Bagus tak bergeming, dia fokus membereskan hal yg dilakukannya. Gelas2 bekas kopi dia bawa keluar menuju pantry.
Saat kembali, gelas di tangannya kini berganti jadi sapu dan pengki juga lap tangan lembab. Saat masuk, Bagus kembali melanjutkan aktivitas beberes ruang rapat. Kini meja dengan bercak tumpahan kopi di lapnya. Dilanjut dengan menyapu lantai ruangan karena bekas makanan ringan & bungkus permen yg tercecer di lantai. Dan terakhir dengan menghapus papan tulis.
Lagi2 Aji berkomentar, "wah kayaknya lu beneran ya bro mau ngerangkap jadi OB dan Cleaning Service (CS). Kalau gua ogah lah. Gua orangnya mah tau bersyukur & hidup cukup dengan apa yg gua punya. Gaji gua masih cukup buat biayain istri 1 anak 2 meski belum jadi manager. Bahagia."
Bagus kini merespon dengan bersenandung lagu Hero yg dinyanyikan Mariah Carey.
Sambil menghapus papan dia terus bersenandung bagian lirik awal lagu tersebut:

There's a hero
If you look inside your heart
You don't have to be afraid
Of what you are
There's an answer
If you reach into your soul
And the sorrow...
Sambil terus memainkan gadgetnya, Aji mengumpat dengan suara pelan "dasar OB keminggrisan..hahaha"
Tiba-tiba pintu ruangan rapat dibuka, sekretaris Pak Direktur datang dan melihat, Mbak Citra namanya.
"Loh katanya ruang rapatnya dipakai rapat divisi keuangan?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Aji menjawab secepat kilat, "Iya, Mbak Citra. Tapi kita punya OB dan CS baru tuh, kerjanya express secepat kedipan mata Mbak Citra jadi kita bisa rapat sekarang." Sambil melirik ke arah Bagus yg hampir selesai menghapus papan tulis.
Mbak Citra tersenyum lebar, "ooh..bagus dong..jadi kita benar bisa rapat disini yah. Ok deh! Makasih ya."
Lagi-lagi Aji nyinyir, "tuh bro dapet senyum dari Mbak Citra."
Kini Bagus merespon dengan kata-kata, "Mbak Citra mana level sama saya yg cuma calon OB atau CS", sambil lalu hendak keluar mengembalikan sapu & pengki.
10 menit kemudian, Pak Justice datang dengan setelan kemeja putih, celana bahan biru gelap dan sepatu sportnya lengkap dengan topi dari bahan beludru warna marun dengan teks sederhana "I am the best. I am Justice", dibordir dengan benang emas yg mengilap yg konon katanya dibuat khusus oleh seorang CEO ternama di Jerman sebagai hadiah penghargaan bagi Pak Justice karena telah membantu membangun perusahaan yg dipimpinnya yg sempat hampir tutup karena bangkrut. Setiap Jumat, Pak Justice punya kebiasaan berolahraga. Topi itu selalu dipakai saat bermain golf atau jogging.
Pak Justice, Mbak Citra, sekretarisya dan semua division managers yg memimpin perusahaan masuk ruang rapat. Dari belakang Bagus lari menyusul gerombolan tersebut masuk ruangan.
Pak Justice duduk di kursinya yg dekat dengan papan tulis dan semua siap untuk rapat. Rapat dimulai tepat waktu & selesai sebelum tiba waktu Sholat Jumat.
Begitu selesai rapat, Mbak Citra berbisik pada Bagus "terima kasih banyak loh Pak Bagus sudah membantu saya banget hari ini."
Bagus keheranan dan mengernyitkan dahi, "bantu apa toh, Mbak?"
"Ya bantu beresin ruang rapat jadi nggak nambah kerjaan saya nyari tempat lain atau ngubah jadwal Bapak (Pak Jutice) yg seabrek-abrek."
Bagus hanya tersenyum kecil. Entah karena dia jaga image di depan Mbak Citra atau memang karena pujian tersebut tak perlu diberikan. "Kita ini tim kan, Mbak jadi sudah sepatutnya, sewajarnya saling bantu", jawab Bagus dengan logat Jawanya yg kental.
Saat semua staff sibuk beberes meninggalkan ruang rapat, Pak Justice memanggil Bagus.
"Pak Bagus, kemari sebentar. Ini buat kamu", sambil memberikan topi beludru marunnya.
Bagus kaget kenapa tiba-tiba Pak Justice menyapa dan memberikan topi kesayangannya yg limited edition itu.
"Maaf Pak, untuk apa ya? Ini kan topi kesayangan Bapak. Lagian saya ndak pernah main golf, Pak. Saya tidak bisa terima."
"Tolong terima ini sebagai hadiah dari saya. Ini penghargaan buat kamu yg sudah inisiatif buat beberes ruang rapat ini. Tolong diterima. Harus dipakai & dijaga baik2 kenang2an dari saya ini ya. Sudah-sudah saya tidak mau terima alasan. Ambil saja."
Pak Justice seketika berlalu dan Bagus masih terpaku.
Seminggu kemudian, saat survey lapangan bersama Aji topi beludru Pak Justice dipakainya. Aji melotot. Ia mencoba menyentuh topi tersebut dan memastikan kalau topi yg dipakai Bagus adalah topi tiruan alias KW. Tak yakin dengan apa yg dilihatnya, Aji bertanya "Bro ini kan topi.."
Bagus memotong, "iya, topi Pak Direktur. Minggu lalu dikasih setelah rapat."
Karena tak percaya, di kantor ia menanyai Mbak Citra. "Mbak, itu si Bagus kok bisa pakai topi Bapak? Dia nyolong ya?", tanya Aji panik.
"Hus..sembarangan...hati2 Pak Aji kalau bicara. Itu emang topi Pak Justice. Itu dikasih Pak Justice langsung gara2 itu loh, Jumat lalu dia bersihin ruang rapat. Jadi topi itu dikasih karena Pak Justice kagum sama inisiatif Pak Bagus. Gitu loooh."
Pak Aji meleleh sambil gigit jari.
Jumat berikutnya. Di tempat dan waktu yg sama, rapat mingguan kembali akan dilaksanakan. Aji dan Bagus lagi-lagi masuk ruang rapat. Kali ini ruangan kembali terlihat berantakan. Saat masuk, Mbak Citra lewat dan kini Aji tiba-tiba inisiatif mengumpulkan gelas. "Udah bro, sekarang gua bantuin deh lu beberes biar cepat. Rapatnya tinggal 15 menit lagi. Kalau lu yg bersihin sendirian, nggak sempat nanti keburu Pak Direktur datang. Bagus keheranan, "sorry ya, kali ini aku malah yg nggak bisa beberes soalnya mau cek materi presentasi Pak Helpme. Beliau baru info tadi kalau presentasinya baru dibuat subuh belum sempat dicek ulang. Tapi makasih loh." Hampir sebel dengan pernyataan Bagus, dia hampir membanting gelas di tangannya. Untungnya Pak Justice dan Mbak Citra lewat depan ruang rapat dan Aji segera bergerak lanjut beberes dengan pemikiran Pak Justice dan sekretarisnya melihat apa yang dilakukannya.

Pak Justice lewat dengan kemeja putih, celana bahan panjang berwarna hitam. Kini bukan dengan topi tapi jaket kulit berwarna coklat mengilap yg katanya dijahit di Paris hadiah ulang tahun dari anaknya.
"Kalau kemarin Bagus dikasih topi, jangan-jangan kali ini bakalan ngasih jaket. Hihihi", gumamnya saat membawa gelas menuju pantry. Ia berpapasan dengan Pak Justice saat gelas-gelas tersebut dibawa ke Pantry. Makin besarlah harapan Aji kala itu kalau ia akan terima jaket.
Tak berapa lama, ruang rapat sudah dihadiri peserta rapat. Pak Justice ada di dalam.
"Hari ini kita tidak rapat disini, tapi rapat di Coffee shop yang ada di simpang jalan sebrang kantor."
Pak Justice memberi kode kepada Citra untuk detail. "Baik. Hari ini kita akan rapat setelah waktu Sholat Jumat & makan siang. Jam 2 di kedai Sweet Bitter Liffee yg ada di Jalan Hati Tulus No.1. Jadi sampai jumpa nanti siang dan pastikan setiap divisi sudah mempersiapkan materi pertemuan dengan matang. Terima kasih."
Lalu Pak Justice berjalan keluar ruang rapat diikuti Mbak Citra dan seluruh staff.
Aji terduduk lemas di kursi empuk yg biasa dipakai Pak Justice. Tak percaya dengan apa yg didengarnya. Wajahnya murung dan melirik Bagus dengan tatapan kesal. "Pak Aji kenapa? Sehat Pak?", tanya Bagus yang bingung melihat keadaan Aji. "Kamu diam saja. Gua kesal! Udah capek bersihin ni ruangan malah nggak jadi dipake rapat!"
Bagus menyemangati, "loh kok marah? Pak Aji justru sudah sangat berjasa mau bersihin ruangan ini, jadi kalau divisi lain mau pakai atau ada rapat darurat ruangannya sudah siap untuk dipakai. Udah lama juga kita nggak rapat di luar sambil ngopi. Ayo semangat!"
Siangnya, seusai rapat di kedai kopi Pak Justice memanggil Aji yg baru selesai cuci tangan. "Kamu kesini. Kamu Aji kan?"
"Betul, Pak. Ada apa Bapak panggil saya?"
"Tadi kamu sudah mau bantu-bantu bereskan ruangan rapat kan?"
Aji tersenyum lebar. "ah..kayaknya gua beneran bakal dapet jaket nih", gumamnya dalam hati.
"Iya Pak, betul. Soalnya ruangannya kotor waktu tadi saya datang. Ya saya bersihkan."
"Bagus. Saya bangga sama kamu. Sekarang ayo kamu pesan apa saja roti dan minuman yg ada disini untuk dibawa pulang. Ayo pilih nanti saya bayar."
"Maksudnya gimana, Pak?", Aji bingung kenapa disuruh pesan minum padahal dia sudah minum 2 gelas hot latte & iced moccachino coffee selama rapat.
"Iya, sebagai tanda terima kasih sekaligus permintaan maaf saya karena kamu sudah bereskan ruang rapat tapi tidak jadi dipakai. Jadi silakan pesan mau (makan & minum) apa saja. Hitung orang di rumah ada berapa dan pesan buat mereka juga. Nanti Citra yg urus pembayaran."
Citra hanya senyum. Buat Aji, senyum Citra mirip rasa kopi tubruk yg lupa diberi gula.
Karena kesal tak dapat jaket yg diharapkannya, dia asal tunjuk minuman pada menu yg ada di dinding juga makanan yg hendak dibawanya pulang. Setelah pesanan dibungkus & pembayaran dilakukan, Pak Justice & Citra meninggalkan kedai.
"Selamat menikmati bersama keluarga", pesan Pak Justice sebelum pergi.
Di rumah, anak-anak berlarian menghampiri saat Aji tiba. Berebut isi yg ada dalam kantong yg dijinjingnya. Saat dibuka, rasa gembira anak-anak seketika sirna karena kecewa. Isi minuman tumpah mengenai makanan. Bentuknya hancur berantakan, membuat hilang selera bahkan menimbulkan kesan jijik saat melihatnya. Makanan dan minuman justru terbuang tanpa secuil pun tersentuh.
Istrinya merongrong bawel pada Aji. "Kalau jadinya dibuang gini kan sayang. Mending minta mentahnya daripada bawa sampah ke rumah!"
Dia ngambek. Mukanya cemberut. Benar-benar pahit. Tak ada wajah manis. Padahal yang bayar Mbak Citra, dia masih tersenyum. Sementara istrinya...? Jumat sore itu, seisi rumah Aji gelap karena dipenuhi rasa marah & kecewa. Anak-anak tak jadi makan donat, istri ingin dapat mentahan ganti minuman yg tumpah, dan Aji yg tak dapat jaket.

***
Jumat pagi awal bulan Februari:
"Cit, tolong sampaikan ke Pak Justice kalau rapatnya bisa ditunda nggak? Soalnya ruangan lagi dipake divisi keuangan." Pesan wa yg dikirim oleh Lucy, staff GA yg biasa atur jadwal pemakaian ruangan.
"Duh, nggak bisa jadwal rapatnya mereka aja yg direschedule atau mereka yg cari tempat lain? Kerjaan gue lagi banyak banget nih.."
"Pak, apa kita bisa reschedule jadwal rapat hari ini?", tanya Citra memelas.
"Saya nggak ada waktu lagi. Saya mau rapat hari ini juga. Penting!"
*sambil menahan rasa sakit kepala akibat kurang tidur menjaga ibunya semalaman, Citra berdoa semoga awal bulan Februari ini ada kebaikan menghampirinya.
Kadang-kadang kita dengan mudah menghakimi atau nyinyir saat melihat orang lain melakukan hal baik dan hal yg benar. Menuduh mereka pencitraan, penjilat dsb sebagai bentuk iri hati atas ketidakma(mp)uan kita melakukan hal serupa.
Tak sadar, justru diri sendiri yg punya niat atau motif atas pamrih yg kita spekulasi. Harap akan terima hasil setelah lihat orang lain sukses. Marah saat kenyataannya tak sesuai hasil hitungan. Bahkan menyalahkan dan membuat cerita bohong (hoax) tentang orang lain.

Pencitraan itu tuh gitu!
Melakukan hal yg (seolah-olah baik dan benar) demi tercapai tujuan sendiri. Dari cerita di atas, terbukti memang semua hal selalu berbalas. Tap kalau fokusnya keinginan / ambisi pribadi, kebaikan apa pun yg diterima selalu kurang atau bahkan terlihat salah.
Mari sama-sama introspeksi apakah kita adalah Bagus atau Aji yg mumpung?
Mumpung dilihat, siapa tau bisa dapat...
Padahal kalau diperhatikan lebih dalam, hadiah yg diterima Aji nilainya lebih baik. Keluarganya, seharusnga ikut menikmati kebaikan dari hasil kebaikan Aji beberes.
Sayangnya, niatan hati itu mengacaukan semua termasuk mengacaukan kemampuan berpikir untuk bisa melihat dari cara pandang yang benar.
Dari cerita ABC, Aji Bagus Citra selalu ada kebenaran & keadilan (Justice). Justice tidak curang. Tergantung kita, benar-benar bisa berpikir & bertindak (seperti) Bagus, atau jadi Aji yg mumpung supaya benar-benar punya citra yg baik atau memang hanya mau pencitraan. It's all are (y)ours.
Catatan: kisah ini hanya fiktif belaka loh ya😆 Mohon maaf buat pembaca yg nama tokohnya sama. Asli, ini cuma hasil daya imajinasi tanpa maksud mengintimidasi.
Terima kasih


Written on Sunday, February 9th 2019

Comments