Jadi Tenang supaya Senang (dan Menang)


Coba ingat-ingat kesalahan atau hal konyol yang pernah kamu lakukan saat kamu terburu-buru.
Atau pernah mengalami kerugian saat sedang panik atau dalam kondisi kalut?

Saya pernah salah gandeng tangan orang saat berada di pasar karena saya sempat hilang dan kesasar saat pergi bersama kakak dan abang sepupu saya. Karena panik, saya pergi ke arah yang tidak beraturan dan menggandeng tangan seorang laki-laki yang saya pikir abang sepupu saya hanya karena dari belakang saya lihat pakai baju dengan warna, ukuran dan postur tubuh serta model rambutnya yang sama. Untung nggak ku peluk tuh abang-abang😅 Bahkan saya pernah merasa malu karena salah kirim pesan. Yang harusnya ke gebetan yang bertahun-tahun dirahasiakan malah terkirim ke seorang teman yang mulutnya mirip petasan 😜Dikasih “api” sedikit tapi bisa bikin geger satu kampung. Bagaimana dengan kamu?

Pernah mengalami hal serupa? Merasa malu, seolah kehilangan harga diri, materi atau bahkan hal yang sangat berarti hanya karena panik, kalut, marah akibat kurang bisa kuasai diri?
Saya yakin tiap-tiap kita pernah mengalami hal demikian.

Ada yang pernah merusak barang bahkan hobi banting-banting.
Ada yang habisin uang buat jajan atau shopping.
Atau waktu kesal update status: nyinyir atau nyindir orang; cari pembenaran dan pembelaan dengan posting.
Kalau aku, biasanya nyanyi yang bikin orang lain (dan aku) tambah pusing, jalan kaki keliling (yang bikin aku makin pusing) atau ya gini..nulis panjang-panjang- ngeblogging (yang bikin pembaca ikutan pusing😜)

Apakah kita mau belajar dari pengalaman tersebut dan melatih untuk bisa punya penguasaan diri atau justru mengalami kerugian berulang karena belum mengerti atau belum belajar bagaimana kendalikan diri?

Saya pikir ini salah satu hal yang perlu disyukuri melalui hadirnya wabah virus corona karena dari situasi yang dihadirkan pandemi ini saya belajar dan melatih diri untuk bisa lebih bersabar dan tenang- latihan untuk punya penguasaan diri. Garis bawahi kata melatih. Kalimat aktif yang artinya dilakukan dengan kesadaran diri. Sayangnya, menguasai diri juga ternyata masih menjadi sebuah pilihan yang tidak banyak orang mau melatihnya. Kita bisa lihat dari banyaknya pemberitaan di media beberapa waktu belakangan: bertambahnya jumlah penderita Covid-19 akibat orang-orang yang mulai kehilangan kesabaran dengan berbelanja atau mudik ramai-ramai sehingga tanpa sadar menularkan atau tertular virus. Padahal sudah ada himbauan bahkan larangan untuk tidak bepergian untuk sesuatu yang tidak penting;  hingga beberapa nama yang viral bukan karena prestasi tapi sensasi untuk menjadi populer, punya banyak follower berharap bisa kelak bisa jadi milyuner.  Sebut saja si gadis belia yang menggegerkan dunia maya (bahkan dunia nyata) dengan sempat "melelang keperawanannya" dengan dalih ingin membantu. Jangan diikutin ya guys, mending ikutin alias follow aja blog aku ini 😎
Dari kasus-kasus itu saya ambil kesimpulan bahwa bukannya senang tapi muncul musibah baru akibat tidak belajar jadi tenang.


Saya bersukacita karena ada salah satu Pribadi yang mengajar saya tentang pentingnya menjadi tenang dan bagaimana menjadi tenang. NamaNya YESUS. Banyak peristiwa yang menyulitkanNya, orang-orang menyebalkan hingga pikiran-pikiran yang menyudutkanNya. Namun semua bisa dihadapi dan dilewati dengan kemenangan. Ketenangan yang dimilikinya berhasil menghadirkan kesenangan. Saat kita menguasai diri kita menjadi tenang. Ketika tenang kita mampu berpikir dan menghasilkan solusi.


Yesus mendemonstrasikan dengan nyata dan jelas. Saya mempelajari bagaimana Yesus menguasai diriNya dari kitab Injil terutama Injil Yohanes. Saya bukan ahli teologia tapi saat membaca Alkitab, khususnya persitiwa berhubungan dengan Yesus saya mengimajinasikan dan memosisikan diri saya ada dalam situasi yang dialamiNya. Beberapa persitiwa favorit saya tentang bagaimana Yesus mengajar dan menularkan ketenangan tertulis pada Yohanes 4 (khususnya ayat 1-3), Yohanes 5 (khususnya ayat 5-18), Yohanes 6 (khususnya ayat 5-15), Yohanes 8: 1 – 19, dan Yohanes 9. Saya sarankan Anda membaca dalam versi Bahasa Inggris.


Yesus mengalami banyak momen dimana Dia dicobai hingga ingin dibunuh tapi karena Ia mampu menguasai diriNya, Ia menjadi tenang dan dapat menenangkan suasana hati dan kondisi yang dihadapiNya. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, ini yang saya pelajari tentang bagaimana Yesus melatih diriNya menjadi tenang.
Pada saat Yesus menghadapi situasi rumit atau bertemu orang-orang julid, Yesus memberi waktu untuk diriNya: Ia mengasingkan diri atau pergi (sementara) meninggalkan situasi rumit tersebut (Yohanes 4:1-3); Ia bertanya (untuk menguji- evaluasi & introspeksi) ini terjadi hampir pada seluruh konteks (lihat Yohanes 5: 6 & 8; Yohanes 6: 5 -6) bahkan Yesus seolah melakukan hal yang terkesan "nyeleneh" untuk menenangkan diriNya supaya bisa merespon dan mengambil tindakan tepat (yang juga jadi solusi), misalnya pada Yohanes 8: 8, dan Yohanes 9: 6 & 7. Saat Yesus melakukan hal-hal tadi, saya yakin Yesus tidak hanya sedang mengulur waktu untuk menenangkan diri tapi di saat yang sama Ia berdoa kepada Bapa di Surga. Dengan berdoa tadi Yesus menerima hikmat dan diberi kemampuan untuk berpikir hingga memberi merespon dengan tepat juga mampu memberi solusi atas situasi yang dihadapi (Luk. 6: 12; Mat. 14:23, Markus 1:35-36; Markus 6:46; Yohanes 6: 15). Saat kita membaca dengan teliti, seluruh akhir dari peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus berakhir dengan kesenangan (dan kemenangan). Saat aku membaca peristiwa-peristiwa tersebut, aku bersorak sorai kegirangan apalagi ketika aksi mundur tanpa instruksi dilakukan para ahli Taurat, orang Saduki atau imam-imam Farisi dengan ditandai pembalikan keadaan yang awalnya ingin memojokkan bahkan mempermalukan Yesus justru mereka yang malah dipermalukan. Ini yang saya sebut kemenangan di pihak Yesus.

Melalui tulisan saya kali ini, saya hanya hendak mengingatkan dan mengajak kembali teman-teman pembaca yang mungkin mulai hilang kesabaran atau kehilangan banyak hal karena mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan. Ayo bersama kita latih kendalikan pikiran dan emosi agar mampu menghadapi dan menyelesaikan persoalan hidup yang sangat membebani di tiap-tiap hari.

Aku sudah buktikan soalnya. Ceritanya begini...beberapa hari yang lalu saya dapat laporan dari seorang rekan guru yang mengajar di kelas yang saya bina (saya seorang wali kelas). Guru tersebut melaporkan kalau ada beberapa anak di kelas saya melakukan plagiarisme alias saling contek. Saat baca laporan yang disampaikan melalui pesan teks pribadi, saya sempat dongkol dan hampir memaki-maki. Gimana nggak kesal?! Laporannya (yang ke sekian) muncul malam-malam (sekitar jam 10) dan itu lagi malam mingguan dimana saat itu aku berbaring di atas kasur sambil peluk bantal menikmati suara petasan malam takbiran yang bikin aku terhibur sambil lupain mantan gebetan. Nggak berapa lama, salah satu orang tua dari murid yang dilaporkan itu kirim pesan juga. Saya sempat mau membalas pesan-pesan tersebut dengan kata-kata yang tajam tapi saya diingatkan tentang Yesus dan caraNya menyelesaikan. Akhirnya saya putuskan untuk tidak langsung membuka notif pesan yang panjang itu. Saya jauhkan smartphone saya dan saya keluar rumah, nonton petasan. Sambil nonton petasan itu saya berdoa apa dan bagaimana saya merespon pesan-pesan yang mengganggu saya itu. Sebuah pengertian muncul dari cahaya petasan yang saya saksikan. Singkat cerita, masalah itu selesai dengan baik.

Untuk jadi tenang, kita boleh mengambil waktu dan pergi "menyendiri" (jauh dari suasana ribut-hiruk pikuk, non-aktif sosial media, hindari orang-orang (apalagi yang mulutnya seperti radio_aktif, kurangi konsumsi informasi). Saat itu kita berdoa. Komunikasi & konsultasi dengan Bapa disertai proses introspeksi dan evaluasi diri sendiri. Baca FirmanNya (usahakan untuk benar-benar membaca) karena dari Firman itu Bapa di surga berbicara. Firman yang akan menolong kita mendengar suara Bapa. Kalau nggak percaya baca lagi deh beberapa ayat berikut: Ibrani 4: 12; 2 Tim. 3: 16-17; Mazmur 119: 105; Matius 7: 24; dan Mazmur 33: 4. Ini butuh latihan berulang-ulang dengan proses yang panjang untuk bisa menjadikan tenang sebuah kebiasaan hingga jadi karakter. Nah, kalau setelah membaca ini teman-teman pembaca dipertemukan dengan orang-orang “unik” (baca: menyebalkan) atau situasi “panas” itu kesempatan emas untuk teman-teman mulai praktik jadi tenang yaaa…😇😍

Jadi kalau kamu mau marah, USAHAKANLAH DIRIMU menjadi TENANG supaya NGGAK ADA yang HILANG karena dengan menjadi TENANG kita bisa SENANG dan MENANG.

"I have the right to do anything," you say- but not everything is beneficial. "I have the right to do anything"- but I will not be mastered by anything. (Apostle Paul in 1 Corinthians 6: 12)

Comments