Aku, diriku dan...

Aku berjalan, berjalan dan terus berjalan. Di persimpangan kudengar suara teriakan, "Hendak kemana kamu? Kemana kah tujuan? Dimana kelak kau akan temui tempat perhentian?"  Sejenak aku termenung, diam terpaku di saat kencangnya waktu berpacu. Dalam hening mencoba masuk ke dalam relung, mencoba menemukan kemana tujuan dan apa yang sebenar-benarnya diri ini perlu. Jawaban bukan pada harta dan tahta.  Bukan pula nama dan semua yang bisa ditawarkan dunia.
Ku tanya pada embun jawabnya, "apa yang terjadi di dunia sesaat saja masanya. Semua hanya sementara. Seperti uap, hanya sekejap lalu hilang lenyap."


Ku tatap sang surya, jelasnya "meski tak dilihat, tak diingat, tetaplah bersinar. Bawa kehangatan kemana kakimu melangkah. Meski akan banyak kau jumpai makhluk yang sering hatinya gusar dan suka menebar amarah." Hujan berkunjung, dendangnya, "Pergi dan datanglah pada waktu yang tepat. Bawa kesejukan, beri kehidupan. Sesekali akan timbul luapan, ini perlu dengan tujuan menjernihkan." Ku berlari menuju batu karang, paparnya "tetaplah berdiri teguh. Sekeras apa pun badai menderu, ia pasti akan berlalu."


Pasir berdesir lalu dengan lembut berbisik, "sebanyak apa pun kegagalan dan kesahalan, setiap pagi selalu ada kesempatan baru. Air pasang, air surut. Ada saat untuk menang, ada saat untuk bertekuk lutut."


Angin datang menyapa beriringan dengan awan -awan, "dalam dunia, mengalami kebingungan dan penderitaan adalah hal yang wajar. Namun, sukacita dan berbahagia bukanlah suatu tujuan bukan juga sebuah capaian, melainkan perjalanan. Kerena jika demikian, coba kau bayangkan berapa banyak yang bisa mencapainya? Mungkin, orang terkaya sekalipun akan mati sebelum menemukan si sukacita, mengenal apa itu bahagia dan bagaimana hidup di dalamnya.
Berhenti mengejar sesuatu yang sia-sia. Dalam hidup, bawalah kebajikan. Lakukan kebaikan dengan kebijaksanaan. Beri berdasarkan apa yang kau miliki, jangan menunggu dan mengharapkan apa yang belum atau tidak kau punyai. Beri dengan cinta, dalam kasih. Orang yang memiliki cinta dalam jiwanya adalah mereka yang damai dan sejahteranya terpelihara. Untuk bisa kesana, temui dan bergurulah pada dia yang cerdas bijaksana. Darinya, perolehlah pengetahuan dan pengertian. Pengertian yang benar tentang kebenaran. Dengan demikian, kau tidak lagi perlu berjeri lelah mengejar kekayaan dan kehormatan."


Bersandar aku di bawah teduhnya pohon jarak. Rimbunnya dedaunan dan kokohnya batang mengundangku untuk beristirahat sejenak. Sejuknya angin, hangatnya mentari bersama menari-nari, bernyanyi, bersorak sorai menaikkan puji dalam harmoni. Sebuah perayaan atas keajaiban yang masih terjadi atas dunia ini, syukur akan kebaikan semesta oleh Sang Pencipta. Di bawah naungan rimbunnya dedaunan, aku terhibur dari kekesalan. Terlepas dari segala beban. Aku memperoleh pengampunan atas ganti kemarahan,pengharapan sebagai tukar dari kekecewaan, tawa atas hilangnya kepedihan dan penderitaan, juga kelegaan sebagai akhir dari segala kesesakan. Serta tidak lupa, aku diberikan petunjuk jalan keluar sebagai jawab atas banyak pertanyaan dan permasalahan."






Perlahan aku merasa pulih dan hidup kembali. Siap untuk melanjutkan pertandingan. Tidak lagi berkejaran namun beriringan dengan sang waktu. Aku bangun, berdiri dan siap menapaki jalan yang (masih) harus dilalui. Sepanjang perjalanan, aku tau aku tak pernah sendiri. Disana akan selalu ada matahari yang menerangi, hujan dan angin yang membaharui, bahkan sesekali badai yang mengajar bagaimana harus menari dan terbang lebih tinggi. Juga bintang yang menjaga menjaga serta mengawasi dalam pekatnya gelap malam. Turut serta denganku juga ada bayangan yang akan mengingatkanku tentang pohon jarak, sosok teladan yang bijak.


"Sebuah pohon, selalu dimulai dari biji yang sangat kecil. Namun, ia bisa tumbuh bahkan menjadi penolong si kerdil yang menoreh sejarah yang membuktikan pada dunia bahwa meski diri kecil bukan berarti harus terpencil dan dikucil. Benih yang ditanam dalam, meski tertekan ia bertahan dengan merambatkan akarnya semakin dalam mencari air, si sumber kehidupan. Perlahan tumbuh memunculkan diri ke permukaan. Sengatan terik matahari, derasnya air hujan justru menjadikannya semakin tinggi, besar dan berisi. Memunculkan dedaunan dan buah-buahan, beri nutrisi, beri penghidupan. Bunga-bunganya pun demikian, tebar keharuman, beri keindahan. Akan banyak yang tak suka, menyimpan iri dalam hati yang diam-diam sebenarnya mengingini. Mereka yang membenci dan dengan batu datang melempari. Pohon yang bijak, melakukan perlawanan dengan memberi diri tanpa segan buahnya dijatuhkan bagi siapa saja yang ditemui. Bagi si tua dan si muda, si besar dan si kecil, si pembenci dan juga kepada mereka yang murah hati.


Si pohon juga dengan sopan memberi diri bagi siapa pun yang butuh keteduhan, naungan, penghiburan dan tentunya pengajaran.


Sebuah pohon, meski harus ditebang dan ditumbangkan, hidupnya tetap didedikasikan. Daunnya, batangnya, kayunya tetap bisa digunakan. Kapak tajam dan gergaji kayu tak membuatnya jadi pemberontak, bahkan ia percaya dapat menjadikannya lebih elegan. Sebuah pohon adalah pemenang sejati. Meski berdiri lama lewati banyak peristiwa, tapi tak pernah panas hati lalu kecewa. Pernahkah kau dengar ia menolak, melawan lalu menjadi pemberontak?







Comments